Rabu, 28 April 2010

Profesionalisme Dalam Profesi Dokter

Dokter sebuah profesi yang masih mendapat tempat yang istimewa di mata masyarakat bukan hanya karena kedalaman ilmunya , tetapi karena jiwa kemanusiannya yang akrab dengan tugasnya yang amat mulia, yakni menyelamatkan nyawa orang , Tetapi sepertinya kesan baik itu sudah mulai luntur  dengan banyaknya tingkah laku dokter yang mulai menumbulkan rasa was-was kepada pasien, faktanya tidak jarang dokter melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak lazim dalam menjalankan tugasnya , Hal ini diistilahkan dengan kata mal praktik, yang ironisnya tak jarang menyebabkan kerugian yang amat besar kepada pasien, kesalahan -kesalahan yang terjadi saat proses pelayanan seorang dokter tak jarang karena disebabkan oleh kelalaian si dokternya sendiri , padahal jadi kekurang telitian tersebut sebenarnya bisa dihindari , Mal praktik yang kian digaungkan di tengah pasar kesehatan negeri ini merupakan  salah satu celah ketidakprofesionalan  dokter dalam mengemban amanahnya.

Gagal Berkomunikasi 

Salah satu penyumbang faktor yang terbesar terjadinya malpraktik adalah masalah komunikasi yang dibangun sewaktu dokter menggali informasi dari pasien dalam praktik medis disebut dengan anamnesis, beberapa fakta empiric yang sering diresahkan masyarakat adalah sikap dokter yang kurang ramah , kurang simpati dan kurang mengayomi pasien-pasiennya, pasien hanya diibaratkan sebagai sebuah mesin yg tunduk pada perintah dokter tanpa memperhatikan feedback langsung dari lawan bicaranya.

Ketidaksempurnaan dokter dalam membangun komunikasi terhadap pasien akan berakibat buruk terhadap proses terapiutik yang dikelolanya nanti, karena tak jarang dokter terlalu intervensif dalam melakukan anamnesis seorang dokter, menurut sebuah penelitian di amerika umumnya menyela keluhan yang disampaikan pasiennya setelah 22 detik artinya dokter sering tidak sabar menunggu anda menyelesaikan semua keluhan dan lebih suka menghentikannya di tengah-tengah pembicaraan , padahal kalau semua penjelasan yg disampaikan , hal itu tidak memakan waktu lama penelitian yang dilakukan di swiss menyimpulkan pasien rata-rata hanya butuh waktu dua menit untuk menyelesaikan semua keluhan yang dirasakan, menurut Dr.Wolf Langewitz dari University Hospital di basle, gereja serupa hampir terjadi di semua negara diperkirakan dokter mengambil alih pembicaraan setelah 30 detik, mereka akan segera bertanya, bagaimana batuknya ? merasakan demam nggak ? suhunya berapa ? begitulah dokter akan memulai dengan serangkaian pertanyaan dan jarang memberi kesempatan kepada pasien untuk bicara.

Seiring kebiasaan menyela pembicaraan yang dilakukan para dokter dapat mempengaruhi kualitas informasi yang diperolehnya nanti. pasien mungkin ingat ketika dokter menyela pembicaraan mereka , bisa jadi pasien beranggaapan bahwa ada yang salah dari apa-apa yang mereka sampaikan, sementara dokter menghujani pertanyaan-pertanyaan tertutup di saat yang kurang tepat . akibatnya psikologis pasien bisa terganggu karena hal-hal yang kurang bijak.

7 komentar:

Anonim mengatakan...

Bahwa dokter belum sepenuhnya bisa melakukan hal yang sempurna, sifat dokter tersebut menyatakan memberi kerugian besar pada pasien dan tidak bisa memberi layanan yang baik bagi pasien, ini di sebabkan berubahnya sikap dari dokter secara tidak lazim.

yayathidayat mengatakan...

Dalam suatu profesi, perlu adanya norma yang mengatur segala aspek dalam profesi tersebut. Kode etik profesi ini pada dasarnya mengatur hubungan antara profesional (orang yang menguasai suatu bidang profesi), dengan klien (pihak yang menggunakan jasa profesional). Profesional harus memberikan jasa atas keahliannya sebaik-baiknya kepada Klien. Begitu pula sebaliknya, Klien harus membayar sejumlah penghargaan atas jasa dari Profesional sesuai dengan kesepakatan. Ada pesan moral dan tanggung jawab bagi yang menjalankan kode etik profesi ini.

Kode etik profesi tidak bersifat statis. Selalu ada perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan ini dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan. Pemerintah atau organisasi yang terkait, bisa melakukan perubahan dengan konvensi dari seluruh profesional bidang profesi.

Tapi ada kalanya etika profesi dilanggar. Hal ini biasanya dilakukan oleh para profesional yang kurang baik dalam memberikan jasa pada klien mereka. Sangsi untuk pelanggaran ini dapat berupa sangsi moral dari masyarakat, atau bisa menjadi hukuman pidana.

Malpraktik medis atau kesalahan medis adalah salah satu pelanggaran etika profesi. Pelanggaran ini dapat berupa kesalahan diagnosis penyakit pasien, kemudian berimbas pada kesalahan terapi, bahkan kelalaian dokter pasca operasi pada pasien.

Malpraktik ini harus kita bedakan dengan “human Error” atau kelalaian manusia. Malpraktik lebih condong pada kesalahan yang seperti disengaja oleh dokter. Seperti misalnya melakukan operasi untuk bertujuan membunuh seseorang, atau demi keuntungan finansial belaka. Sedangkan kelalaian dokter terjadi murni kelalaian dari dokter tanpa maksud tertentu. Misalnya kesalahan dalam memberikan obat yang kurang tepat.

Definisi malpraktik relatif beragam. Ada yang mengatakan tindakan seorang dokter dikategorikan malpraktik medik jika memberikan pelayanan di bawah, atau yang bertentangan dengan standar pelayanan medik yang berlaku, melakukan kelalaian berat sehingga membahayakan pasien, atau mengambil tindakan medik yang bertentangan dengan hukum.

Malpraktek juga menunjuk pada tindakan-tindakan secara sengaja dan melanggar undang-undang terkait, misalnya, UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan (ada motif tertentu).

Fenomena Malpraktik seharusnya tidak terjadi jika tiap profesional memegang etika profesi dan memiliki kepekaan moral. Kepekaan dalam bersikap kepada sesama profesional, atau rasa tanggung jawab atas profesinya kepada masyarakat.

Etika profesi akan berguna jika dirasakan manfaatnya oleh profesional sendiri. Selain itu, kegunaan itu akan terwujud jika dirasakan pula oleh pengguna jasa profesional.

Untuk mengawasi jalannya etika profesi dokter, perlu ada suatu badan independen (mirip Majelis Kehormatan pada organisasi advokat). Badan ini berfungsi mengatur disiplin profesi dokter. Badan independen yang terpisah dari Konsil Kedokteran dan terdiri atas anggota IDI, anggota masyarakat, serta pihak-pihak lain termasuk ahli hukum itulah yang akan menilai apakah satu kasus dugaan malpraktik terkategori melanggar kode etik profesi ataukah tindakan malpraktik yang melanggar hukum dan karenanya pantas dilimpahkan ke peradilan umum.

Sebagai masyarakat, kita tidak boleh langsung menganggap dokter sebagai “penjahat” medis. Tapi kita harus berhati-hati dan sadar bahwa dokter juga manusia yang bisa melakukan kesalahan. Berfikir positif dan waspada adalah jalan terbaik

Lily mengatakan...

seharus nya agar tidak terjadi mal praktek seorang dokter haru berdikap profesional dalam tugas sperti bekerja secara teliti dan waspada. jangan sampai terjadi mal praktek yang nanti nya jadi permasalah..
dan biza saja pasien menuntut dokter tersebut maupun lembaga rumah sakit yang bersangkutan untuk mempertanggung jawab kan nya

Anonim mengatakan...

Dalam dunia kedokteran seharusnya tidak terjadi kelalaian dalam melakukan tindakan operasi yang menyebabkan mal praktek terjadi yang dapat mengancam kesehatan, kesembuhan, maupun nyawa seorang pasien nya.hal ini merupakan salah satu pelanggaran dalam etika profesi
dan dapat saja seorang pasien menuntut ganti rugi atau tanggung jawabnya.


FANGNY WIJAYA

adipe mengatakan...

Praktek kedokteran dilakukan oleh para profesional kedokteran–lazimnya dokter dan kelompok profesi kedokteran lainnya yang meliputi perawat atau ahli farmasi. Berdasarkan sejarah, hanya dokterlah yang dianggap mempraktekkan ilmu kedokteran secara harfiah, dibandingkan dengan profesi-profesi perawatan kesehatan terkait. Profesi kedokteran adalah struktur sosial dan pekerjaan dari sekelompok orang yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu kedokteran. Di berbagai negara dan wilayah hukum, terdapat batasan hukum atas siapa yang berhak mempraktekkan ilmu kedokteran atau bidang kesehatan terkait.

Ilmu kedokteran umumnya dianggap memiliki berbagai cabang spesialis, dari pediatri (ilmu kesehatan anak), ginekologi (ilmu penyakit pada wanita), neurologi (ilmu penyakit saraf), hingga melingkupi bidang lainnya seperti kedokteran olahraga, dan kesehatan masyarakat.

Sistem kedokteran dan praktek perawatan kesehatan telah berkembang dalam berbagai masyarakat manusia sedikitnya sejak awal sejarah tercatatnya manusia. Sistem-sistem ini telah berkembang dalam berbagai cara dan berbagai budaya serta daerah yang berbeda. Yang dimaksud dengan ilmu kedokteran modern pada umumnya adalah tradisi kedokteran yang berkembang di dunia Barat sejak awal zaman modern. Berbagai tindakan pengobatan dan kesehatan tradisional masih dipraktekkan di seluruh dunia, di mana sebagian besar dianggap terpisah dan berbeda dari kedokteran Barat, yang juga disebut biomedis atau tradisi Hippokrates. Sistem ilmu kedokteran yang paling berkembang selain sistem Barat adalah tradisi Ayurveda dari India dan pengobatan tradisional Tionghoa. Berbagai tradisi perawatan kesehatan non konvensional juga dikembangkan di dunia Barat yang berbeda dari ilmu kedokteran pada umumnya. Di berbagai tempat, sistem kedokteran Barat seringkali dipraktekkan bersama-sama dengan sistem kedokteran tradisional setempat atau sistem kedokteran lainnya, meskipun juga dianggap saling bersaing atau bahkan bertentangan.

Kedokteran veteriner atau yang lazim disebut kedokteran hewan adalah praktek kesehatan yang dikhususkan untuk spesies hewan lainnya.

lanangsetiawan mengatakan...

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll. Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.
Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratifPada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.

lanangsetiawan mengatakan...

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dll. Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika.
Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.